Disclaimer: Postingan kali ini adalah postingan serius… (resiko harap ditanggung masing2x ya :D…)
Saat berkunjung ke London, di sebuah kesempatan mata saya tertuju pada bus yang sedang melaju pelan. Kata2x yang tertulis di badan bus menarik mata ini (silakan lihat gambar di atas).
Dalam terjemahan bebas kalimat itu berbunyi: Mungkin Tuhan Itu Tidak Ada, Jadi Sekarang Berhentilah Kuatir dan Nikmati Hidupmu!
Hmmmm, sungguh kalimat yang pendek namun kontroversial. Beberapa hari kemudian, melalui siaran berita radio BBC yang saya dengar minggu lalu, diinformasikan bahwa jumlah mereka yang atheis atau tidak mempercayai Tuhan berbanding positif dengan tingkat kemakmuran suatu daerah. Semakin makmur suatu negara, semakin banyak orang yang tidak mempercayai Tuhan dan sebaliknya.
Saya pribadi bukan orang yang terlalu religius, namun saya akan selalu percaya bahwa Tuhan itu ada sampai ajal menjemput, apapun yang terjadi. Hal inilah yang sering menjadi bahan pertanyaan orang2x atheis yang saya temui. “Mengapa kamu percaya Tuhan?...” dan pertanyaan sejenis mulai dari nada sopan hingga menyudutkan.
Saya pun tak mau menghakimi mereka yang tak percaya Tuhan atau merasa diri paling benar. Who am I to judge?…
Saat iseng bertanya balik, “Bagaimana jika kamu nanti meninggal?… Dengan doa agama mana kamu ingin didoakan?”. Kebanyakan mereka menjawab tak butuh doa…, duh. *speechless*
Ini adalah fakta pahit hidup di kawasan yang kaya secara materi tetapi miskin nilai2x spiritual. Seorang pendeta mahasiswa saat di Den Haag pernah bercerita bahwa banyak gereja2x tutup karena kekurangan umat, sementara di Norwegia beberapa tahun lalu banyak gereja dibakar oleh mereka yang mengaku pemuja setan *berasa seperti di film2x horror*
Sang pendeta pun mengatakan tak jarang saat meninggal, jasad yang ada hanya dimasukan ke dalam peti dan dikubur di tanah, tanpa doa2x. Sementara lainnya, anggota keluarga si wafat seringkali menghubungi sang pendeta minta didoakan ala kadarnya, meski si wafat tak pernah muncul di gereja. Saya sendiri pernah menghadiri pemakaman semacam ini, tak ada kesan khusyuk atau spiritual sama sekali. Agama pun hanya menjadi tempelan atau dekorasi saja. Sedih.
Memang konsep kebebasan beragama pun masih menjadi bahan perdebatan. Kalangan atheis menganggap bebas beragama berarti pula bebas untuk tidak beragama. Keberadaan Tuhan pun masih menjadi pro dan kontra. Agama pun bagaikan pedang bermata dua, bisa menjadi sumber kebaikan dengan nilai2x spiritual yang mengajarkan damai dan cinta kasih, sekaligus disalahgunakan untuk memecah belah, apalagi jika dipolitisir sejumlah kalangan untuk kepentingan tertentu (cape deeeee…)
Buat saya, orang beragama atau tidak bukanlah jaminan bahwa ia memiliki ahlak baik. Hayooo, kira2x mana yang akan masuk surga… antara orang atheis yang berbuat baik, memiliki kepedulian sosial tinggi atau orang yang mengaku beragama namun bertindak angkara-murka?… *mengerutkan dahi*
Pengalaman bertemu banyak survivor tsunami dan konflik mengajarkan saya banyak hal tentang hidup. Banyak dari mereka berkata bahwa satu2xnya yang membuat mereka bertahan adalah iman dan keyakinan pada Yang Maha Kuasa… bahwa Tuhan akan memberi kekuatan. “Kami bisa gila jika tidak ada Tuhan. Kehilangan semua dalam sekejap… Habis semua hanya tinggal nyawa di badan ini…”.
Terenyuh hati saya mendengar jawaban jujur dari mulut mereka. Terima kasih, telah mengajarkan dan mengingatkan saya bahwa hidup hanya sementara, semua hanya titipan Yang Di Atas dan bisa diambil kapan saja.
Satu hal yang pasti, saya belajar bahwa saya butuh Tuhan, sebagai pegangan kala saya terhempas gelombang kehidupan, sebagai penuntun di kala badai, dan sebagai cahaya di tengah kegelapan… kapanpun dan dimanapun.