Meski tidak suka dan masih tetap takut naik pesawat terbang , nasib membawa saya untuk sering bepergian dengan mode transportasi yang satu ini entah untuk travelling dalam rangka liburan atau untuk urusan pekerjaan.
Ironisnya lagi, bagian paling menyenangkan dari pekerjaan saat ini justru pada saat melakukan monitoring project di lapangan (baca: di luar Norwegia, khususnya di Indonesia). Biasanya ini menjadi saat dimana kita bisa belajar dengan banyak dalam waktu singkat lewat diskusi2x, pertemuan2x, dialog2x, observasi langsung dll daripada hanya membaca dokumen laporan2x yang masuk di balik meja. Acara kunjungan lapangan tadi sekaligus menjadi kesempatan untuk mengenal pelosok2x tanah air lebih jauh. Mulai dari pedesaan di tepi hutan nagari di Sumatera Barat, taman nasional di pedalaman Kalimantan Tengah sampai wilayah hutan terpencil di pegunungan Papua. Perjalanan lain yang saya sukai adalah berkunjung ke project site di benua lain karena ini bisa menjadi alasan untuk…. jalan2x… haha…*nggak fokus*:D
Foto: Bersama para perempuan penambang emas tradisional di Sulawesi Tengah
Dan….
Harus bertahan di tengah suhu -22 C dua hari kemudian…
Konsekuensi dari tugas ke lapangan tadi adalah travelling dengan pesawat yang bisa memakan waktu minimal 21-24 jam. Sesuai tema postingan kali ini, status sebagai frequent traveller tidak membuat orang kebal dengan apa yang di sebut dengan JET LAG serta TRAVEL FATIGUE… yang asli…. nggak enak banget. Kalau kondisi tubuh sedang tidak fit, biasanya setelah perjalanan 2 minggu di lapangan keluar masuk hutan dan pedalaman di Indonesia disusul perjalanan jarak jauh kembali ke Oslo akibatnya secara fisik badan terasa capek, sakit kepala, mengantuk tapi tidak bisa tidur, lelah tapi tidak bisa beristirahat (bingung kan?), sensitif, emosional, uring2xan, kesabaran, daya ingat berkurang juga kecerdasan menurun *parah.com* Dalam kondisi beginipun, masih harus bersyukur jika tidak terkena penyakit malaria, seperti yang dialami beberapa kawan.