My Sailing Experience Day-1: Stavern – Nevlunghavn

Seperti direncanakan sebelumnya, acara sailing musim panas tahun ini akan menempuh rute ke arah selatan Norwegia yakni sepanjang Stavern, Kragerø , Lyngør, dan (mungkin) hingga Kristiansand dalam enam hari. Daerah pantai selatan ini membentuk zona transisi antara daerah hutan yang luas di Swedia, daerah pantai yang kaya dengan cahaya matahari dan daerah pegunungan serta ‘fjord’ (bagian dari laut yang masuk ke daratan) di sebelah barat.

Sebelumnya kami telah mempersiapkan beberapa hal seperti pakaian hangat, makanan dan lain2x. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, saya harus memastikan bahwa berbagai bumbu dapur dan sejenisnya tersedia. Alhasil, persediaan bumbu2x mulai dari cumin, corriander, jahe, kunyit, lengkuas, daun salam, sesame oil, kecap, oyster sauce sampai ulekan pun ada (hehe :D)

Hari pertama, saya dan T harus mengendarai mobil terlebih dahulu hingga Stavern, sekitar 3 jam perjalanan dari kota Oslo ke arah selatan untuk ’menjemput’ kapal yang sebelumnya dipakai ayah T dan seorang kerabat berlayar dari Sandvika, sedikit di luar Oslo hingga Stavern sejak seminggu sebelumnya.

Foto: Pasar terbuka di pusat kota

Stavern

Berlokasi di sebelah selatan Larvik, Stavern adalah kota yang paling hidup dibandingkan kota2x lain di sepanjang Brunnales Peninsula yang menjadi daerah tujuan wisatawan lokal saat musim panas. Jalanan dipenuhi dengan deretan kafe, dan galeri seni . Saat berkeliling hari ini, kebetulan sedang hari pasar. Di pusat kota, nampak kios2x dadakan yang menjual beraneka barang mulai dari piringan musik tua, barang2x antik, buku2x tua dan pernak-pernik lainnya. Usai makan siang dan melihat2x sebentar, saya dan T kembali ke kapal, sementara ayah T dan kerabat tadi kembali ke Oslo.

Kapal layar yang kami pakai, ’Pernille’ adalah sebuah kapal tua berukuran medium 29feet, dilengkapi 1 motor berkekuatan 10 horse power, panjang sekitar 10 meter, buatan Swedia tahun 1987 dengan dua layar dengan ketinggian 11 meter, memiliki dapur kecil, VHF radio, GPS, kemudi auto pilot, pendingin , ruang duduk, dua ruang tidur dan toilet di bagian dalam. Meski sudah berumur 21 tahun, kapal ini termasuk tahan uji dan telah dipakai berlayar hingga ke Swedia dan Denmark menempuh berbagai cuaca, mulai dari cerah, berangin, berawan, hingga badai:)

Foto: Barang2x antik di ‘hari pasar’ Stavern

Pelabuhan Stavern, Fredriksvern Verft telah ada sejak pertengahan abad ke-18 . Lokasi yang kini dipenuhi oleh blok2x perumahan sebelumnya pernah menjadi bagian dari benteng pertahanan. Saat keluar dari pelabuhan, nampak beberapa bangunan unik yang menjadi tempat berkumpulnya komunitas seniman dan artis.

Foto: Suasana di Pelabuhan Stavern

Sebelum meninggalkan Stavern, tak lupa kami mengisi kembali persediaan air bersih untuk toilet dan dapur di kran2x air yang tersedia di sepanjang pelabuhan. Tak lupa mengisi bahan bakar untuk kapal di gas station yang ada di pinggir pelabuhan . T harus membayar 388 NOK (1 NOK (Norwegian Kronor) sekitar Rp.1800.-) untuk 30 liter diesel (full tank kapal: 40 L).

Foto: Pom bensin dan diesel untuk kapal

Satu setengah jam setelah meninggalkan Stavern, kami memakai satu layar, namun sayang tidak cukup banyak angin, terpaksa motor pun tetap dipakai dengan kecepatan sekitar 4,7 knot. Meski ketinggian ombak hanya sekitar 0,5-1 meter saja, namun hempasannya terasa cukup kuat. Maklum saja, rute yang kami lalui berada di laut terbuka yang terhubung dengan perairan Denmark dan berada cukup jauh di luar Oslo Fjord (perairan tertutup).

Foto: Pemandangan di luar pelabuhan

Nevlunghavn

Tiba di Nevlunghavn sekitar jam 6 sore, sayang sekali pelabuhan kecil ini penuh sesak oleh kapal2x besar dan kecil. Setelah mencoba mencari tempat bersandar tanpa hasil, kami pun melepas jangkar agak keluar dari pelabuhan. Nampak sejumlah kapal lain yang tidak mendapat tempat juga ‘parkir’ di luar pelabuhan.
Beragam aktivitas pun nampak di sekitar kami. Mulai dari kapal2x motor kecil yang simpang-siur, orang yang sibuk paddling, mandi matahari di pantai, berenang, duduk2x melihat matahari terbenam hingga yang hanya melihat2x dan mengamati keadaan sekitar (seperti saya :D)

Foto: ‘Pintu’ keluar-masuk Nevlunghavn

Suasana matahari terbenam di Nevlunghavn begitu indah dan mempesona. Tenang dan damai, siluet warna langit yang biru bersaput warna lila dan merah muda nampak terpancar di perairan. Sekilas, pemandangan ini mengingatkan saya pada lukisan karya John Miller –salah satu pelukis favorit selain Claude Monet–yang dikenal dengan ikon ’serendipity’-nya.

Foto: Senja di pelabuhan

Kota2x pelabuhan di Norwegia pada musim panas umumnya mempunyai acara khusus untuk menarik minat pengunjung seperti pertunjukan kabaret, teater lokal, festival musik, pameran seni dan sejenisnya. Dari arah pelabuhan tak jauh dari tempat kapal melepas jangkar, terdengar suara alunan musik country yang membawakan lagu2x seperti karya Kenny Rogers. Sayang kami tak bisa mendapat ’tempat parkir’ di dalam pelabuhan dan harus puas menikmati musik dari kejauhan saja. Suara musik baru berakhir pada jam 12 malam.

Foto: Rumah dari kayu timber putih, ciri khas rumah2x di sepanjang pantai selatan Norwegia

Berdasarkan pengamatan, anak2x di Norwegia sudah diperkenalkan untuk bermain di air (danau atau laut) sejak mereka balita. Bukan hal yang aneh jika melihat anak berumur 8-10 tahun seorang diri atau berdua menaiki perahu motor kecil tanpa rasa takut, terkadang orang tua mereka mengikuti dari belakang. Namun seringkali saya tidak melihat ada orang tua yang mengawasi dengan ketat. Yang pasti, jaket pelampung memang selalu terpasang untuk anak2x meski hanya berjalan2x di sekitar kapal atau pelabuhan.

Foto: Bermain di air

Kadang saya membayangkan situasi anak2x Indonesia, khususnya yang ada di kota besar seperti Jakarta. Akses ke alam bebas mungkin tak selalu mudah. Memasuki kolam renang, harus bayar. Mau masuk ke pantai yang layak, harus beli tiket masuk. Mau hiburan yang sedikit berbeda seperti Dunia Fantasi pun harus merogoh kocek yang tak sedikit. Mau ke taman kota, kebun raya, taman bunga harus bisa keluar modal untuk ongkos angkutan bagi yang tak punya kendaraan pribadi, belum lagi macet dan stress di jalan. Tak heran, mall2x pun kian menjamur dan menjadi sarana ’hiburan’ yang praktis dan murah apalagi sejak ruang publik yang tersedia untuk bermain kian terbatas berganti semen dan beton…

Dan malam pun semakin larut. Hanya terdengar suara deburan ombak yang memecah kapal, ’krenyat-krenyut’ suara badan kapal yang sebagian terbuat dari kayu mengapung di atas air, suara balon pelampung di sisi kapal kala ombak datang, suara mesin pendingin yang sesekali sibuk bekerja. Satu-dua kali juga terdengar suara mesin kapal motor di kejauhan, dan…suara apa lagi yah ini…serangga? Kok di laut…. Jangkrik?…Apa ada binatang bernama jangkrik di sini? Kok suaranya nyaris tak terdengar? Nyamuk barangkali?… Oooo, …ternyata ini suara baterai laptop saya yang tinggal setengah penuh. Waktunya untuk tidur, sebelum memulai perjalanan lagi esok hari. Selamat malam…

Navlunghavn, South Coast, 00.27 AM

Berlanjut ke: My Sailing Experience, Day 2: Nevlunghavn-Kragerø

3 thoughts on “My Sailing Experience Day-1: Stavern – Nevlunghavn

  1. Pingback: My Sailing Experience, Day 2: Nevlunghavn-Kragerø « My Life, My Search, My Journey

  2. amie

    wahhhh sounds very interesting mbak..
    foto2nya juga keren keren banget…
    I really like the way you write mbak, deskriptif.. seolah lihat sendiri..so petualanganlancar2 aja kan? syukurlah, temanku mati angin di selatan, terus mesinnya rusak, jadi terdampar 2 hari…

    Reply

Leave a comment