Monthly Archives: September 2008

Selamat Hari Raya

Saya ingin mengucapkan:

SELAMAT IDUL FITRI 1429 H

bagi para pembaca yang merayakannya.

MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN…


Hmmm, sepinya lebaran di sini. Hanya bisa membayangkan ketupat, opor sayur dan keluarga nun jauh di sana…

Bertemu Johan Galtung

Hari ini adalah hari yang bersejarah buat saya saat bertemu dengan seorang Johan Galtung dalam acara peluncuran bukunya yang terakhir berjudul ‘Norge Sett Utenfra’ (Norwegia Dilihat dari Luar) di toko buku Norli, Oslo. Bagi kalangan praktisi atau akademisi bidang ‘Peace and Conflict Studies’, ‘Peace Journalism’, ‘Development Studies’ serta Sosiologi, teori Galtung tentang ‘the triangle of violence’, ‘the structural theory of imperialism’ dalam ‘dependency theory’ serta ‘positive-negative peace’ adalah sebuah referensi yang tak lekang oleh waktu.

Saat pertama kali bergelut dengan isu gender di sebuah lembaga bantuan hukum, teori tentang ‘segitiga kekerasan’ yang dicetuskan Galtung banyak dipakai, selain teori dari Lawrence M. Friedman tentang tiga pilar yang sangat penting dalam pembangunan sistem hukum, yaitu struktur hukum, substansi hukum dan kultur hukum. Kedua teori ini terkait erat dalam upaya pembentukan hukum berperspektif jender dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan.

Johan Galtung menjelaskan tentang mata rantai kekerasan yang terdiri dari kekerasan langsung, kekerasan kultural dan kekerasan struktural. Sementara Friedman mengingatkan bahwa modernisasi hukum biasanya hanya menyangkut unsur struktur hukum (kalangan aparatur pembuat undang-undang dan penegak hukum) dan substansi hukum (isi undang-undang, peraturan-peraturan, norma-norma hukum, serta putusan pengadilan) saja, sedangkan kultur hukumnya jarang mendapatkan perhatian yang seksama.

Foto: ‘The Triangle of Violence’


Sumber: Johan GaltungViolence, War, and Their Impact On Visible and Invisible Effects of Violence (http://them.polylog.org)

Teori imperialisme struktural Johan Galtung mulai saya kenal lebih jauh saat mengambil S2 Development Studies di ISS-The Hague dalam mata kuliah ‘Analysis of Social Structure’ dan ‘General Theory of Development’. Kedua mata kuliah ini adalah favorit saya :D. Bersama dengan konsep teori dependensi (Cardoso)dan teori imperialisme kultural (Herbert Schiller), teori ini menjadi bagian dari teori dependensi yang lebih menitik beratkan pada persoalan keterbelakangan dan pembangunan negara Dunia Ketiga, karenanya dianggap mewakili suara negara-negara pinggiran untuk menantang hegemoni ekonomi, politik, budaya dan intelektual dari negara maju. Teori dependensi muncul sebagai kritik terhadap arus pemikiran utama persoalan pembangunan yang sebelumnya didominasi oleh teori modernisasi.

Sementara konsep tipologi kekerasan, ‘positive peace’ dan ‘negative peace’ menjadi bahasan dalam summer school ‘Peace Research’ yang saya ambil tahun lalu di University of Oslo (UiO) dengan beasiswa Norad. Kuliah semester pendek ini diorganisir oleh UiO bekerja sama dengan International Peace Research Institute of Oslo (PRIO) yang didirikan oleh Johan Galtung pada tahun 1959.

Galtung meraih gelar formal di bidang matematika, sosiologi dan tujuh gelar doktor kehormatan dari University of Oslo serta beberapa universitas lain. Tahun 1964, ia mencetuskan sebuah jurnal yang disegani di bidang ‘Peace and Conflict Studies’ berjudul ‘Journal of Peace Research’ dan mendirikan IPRA (International Peace Research Association). Selanjutnya ia banyak mengajar di beberapa univesitas mulai dari Geneva, Santiago, Columbia, Princenton, hingga Hawaii. Hingga kini tak kurang dari 100 judul buku dan 1000 artikel Galtung telah dipublikasikan.

Foto: Tipologi Kekerasan


Sumber: Peace Education Basic Course 2- Violence Typology, International UNESCO education server D@dalos, (http://www.dadalos.org)

Saat Norwegia berada di bawah pendudukan Jerman pada Perang Dunia II, ayah kandung Galtung harus mendekam di penjara NAZI ketika ia masih berusia 12 tahun. Galtung sendiri pernah mendekam di penjara selama 6 bulan kala menolak menjalani wajib militer dan memilih menjadi aktivis perdamaian. Selanjutnya, ia terlibat sebagai mediator dalam upaya damai di sekitar 40 konflik di seluruh dunia. Pada tahun 1970-an Johan Galtung pernah memprediksi kejatuhan Uni Sovyet pada tahun 1990 dengan selisih ketepatan prediksi kurang dari satu tahun.

Meski di Norwegia Galtung masih dianggap figur yang kontroversial, namun sumbangsihnya sebagai pelopor ‘Peace and Conflict Studies’ dan ‘Peace Research’ serta teori2xnya tentang perdamaian dan keberpihakan pada negara berkembang akan selalu diingat sepanjang masa. Karenanya, sebuah perjumpaan langsung dengan beliau adalah sebuah momen yang tak akan pernah terlupakan. 😀

Bacaan:
http://www.prio.no/
http://www.prio.no/News/NewsItem/?oid=84128
http://www.visdomsnettet.dk/a-402/
http://portland.indymedia.org/en/2003/05/264373.shtml
http://them.polylog.org/5/fgj-en.htm
http://en.wikipedia.org/wiki/Dependency_theory
http://www.dadalos.org/frieden_int/grundkurs_2/typologie.htm

Welcome to The Club!…Nootttt….

Kemarin, saya dan T memenuhi undangan Ingar dan Brigitte yang baru saja melahirkan anak kedua mereka. Semua tamu yang hadir adalah pasangan orang tua dengan 1-2 orang anak (8 pasangan)dan calon orang tua (1 pasangan). Hanya saya serta T yang berstatus pasangan (berjiwa) muda tidak jelas :D. Dengan nada ironik, mengikuti gurauan yang dipelajari Sacha Baron sebagai Borat dalam film, saya hanya berkata dalam hati: “Welcome to the club!…nooottttt…”

Suatu saat ingin rasanya bisa memiliki anak2x sendiri, entah kapan hal itu bisa terealisasi. Rasanya banyak sekali yang harus diselesaikan dan menjadi ‘unfinished business’. Masih ingin melanjutkan S3, mau bekerja dulu beberapa tahun, menabung untuk beli rumah, mau ini, mau itu… Mungkin kami terlalu banyak perhitungan dan pemikiran yah…atau terlalu realistis?… *berpikir*. Hmmm. mungkin hanya faktor timing?… Entahlah. Yang jelas, segala sesuatu memang ada waktunya.