Monthly Archives: December 2008

Titip Beli Kulkas

Batticaloa, Desember 2006

Pada libur natal dan jatah cuti selama dua minggu, saya berkesempatan mengunjungi T di Oslo. Bagi mereka yang berada di daerah konflik aktif dengan dentuman suara meriam dan letusan senapan tiap hari, meninggalkan kota selama beberapa hari adalah sebuah ‘anugrah’ tersendiri. Satu minggu sebelum keberangkatan, urusan visa, tiket pesawat, transport antar jemput dari Batticaloa-Colombo dan dari Colombo-airport pp sudah beres.

…Dheepa… jarang tersenyum, jarang bicara, … selalu terlihat serius… …

Untuk transport, saya hanya diperbolehkan meninggalkan duty station (tempat penugasan) jika menggunakan mobil dinas yang memenuhi persyaratan keamanan. Karenanya, dalam perjalanan Batticaloa-Colombo yang memakan waktu 9 jam lamanya saya selalu berharap agar mendapat supir kantor yang asyik diajak ngobrol untuk mengusir rasa bosan.

Sialnya, kala itu saya justru mendapatkan supir dari Colombo yang seingat saya rada menyebalkan dan jutek (duh, mateng deh di jalan…). Dheepa (bukan nama sebenarnya), jarang tersenyum, jarang bicara, selalu terlihat serius dengan brewok tipisnya. Kadang terlintas dalam benak ini dugaan jangan2x ia adalah ‘double agent’ (hehe, kebanyakan nonton film James Bond dan serial La Femme Nikita)


Namun, tak ada angin dan tak ada hujan (mmm… ada gerimis sedikit), Dheepa berubah 180 derajat menjadi luar biasa ramahnya. Sepanjang jalan, ia banyak tersenyum, dan bercerita tentang keluarga, gosip terakhir rekan di post lain, alam Sri Lanka dll. Dan yang lebih mengejutkan ia pun mentraktir saya makan siang di sebuah restoran dan mampir ke rumah keluarganya sejenak untuk segelas teh (tumbennn…)

Barulah, usai kunjungan singkat tidak resmi untuk minum teh itu semua terkuak. Dalam perjalanan ke Bandara percakapan berikut terjadi (terjemahan bebas):

Dheepa Yang Ada Maunya (DYAM):” Madame, boleh nggak saya minta tolong?…”
Saya Yang Bingung Dan Penasaran (SYBDP):” Minta tolong apa?…”
DYAM: “Saya kasih tahu setelah Madame janji mau nolong…”
SYBDP: “Tergantung minta tolong apa, kalo saya janji tapi nggak bisa gimana?…”
(dalam hati: yaelah, emangnya saya anak kecil…)

DYAM: “Saya mau nitip Madame beli sesuatu sepulangnya dari Oslo dan balik ke Colombo”
SYBDP: “Boleh, nitip beli apa? Souvenir dari Oslo?… *nebak2x*”
DYAM :” Bukan Madame, saya nitip… mmmm, nitip beli KULKAS… di toko ‘Tax Free’ yang murah di Bandara Colombo”

(:GUBRAKKK!!!…, KULKAS???… nggak salah denger neh?… Belum pernah ada kejadian orang nitip beli KULKAS, ada juga nitip beli gula sekilo, terigu atau cabe merah seperempat ons)

SYBDP: ” KULKAS?… Nnggg…, maksudnya refrigerator itu kan?… Tempat buat makanan dan minuman supaya dingin?… *pertanyaan dodol banget*
DYAM: “Iya madame… *kalem*”
SYBDP: ” Kalo misalnya saya beli neh, trus pake uang siapa?… Gimana pembayarannya?… Gimana bawanya?… KULKAS kan besar *pertanyaan nggak jelas*
DYAM: “Nanti Madame pake uang madame dulu, saya bisa juga pake uang saya tapi nanti tolong tombokin ya. Nanti saya cicil tiap bulan ke madame. Pas Madame ke luar bandara, saya tunggu di luar… Gimana?… Bisa kan???…” *dengan nada antara berharap dan sedikit maksa*

SYBDP (dalam hati): “Ini bener2x minta tolong apa mo ngerjain yak?… Udah tahu koper yang saya bawa berukuran extra large, plus hand luggage. Duh, ogah banget deh membayangkan keribetan yang akan terjadi. Belum lagi pembayaran yang tidak jelas, lokasi dan komunikasi yang sulit antara Batticaloa dan Colombo… Bagaimana kalau saat keluar bandara, Dheepa tidak ada dan saya harus repot menggotong2x KULKAS itu ke hotel?… Terlintas adegan saya sedang sibuk check-in di hotel dengan koper besar dan KULKAS disertai pelototan petugas resepsionis dan pengunjung hotel

SYBDP: “Trus mau nitip berapa KULKAS?”… *pertanyaan iseng*
DYAM: ” Satu saja Madame…Itu sudah cukup” *nada yakin*
(SYBDP: “Phewww… Untung cuma satu, bukan lima” )

DYAM:” O ya, Madame. Kalau bisa, saya titip beli TV juga merk ‘Sony’, dengan layar ukuran sedang. Bagaimana?… Bisa kan?… ” *wajah garangnya mulai keluar sedikit*
SYBDP: “Maaf banget Dheepa. Buat saya permintaan kamu itu betul2x di luar kesanggupan. Saya nggak mungkin bawa koper besar, gotong2x Kulkas dan TV plus hand-luggage seorang diri, kamu tahu sendiri saya ‘under-weight’ (baca: kurus kering, cungkring) begini…” * nada hiperbolik*

(hening sesaat)

DYAM (berusaha meyakinkan):” Tapi Madame, permintaan saya nggak merepotkan kok. Nggak usah kuatir. Madame bisa minta tolong orang buat mengantar” *nada suara sedikit tinggi*
SYBDP: “Iya, minta tolong orang bisa, tapi tetap saja merepotkan Dheepa. Bagaimana kalau kamu datang terlambat, atau tidak ada orang yang dimintai tolong, atau terjadi situasi darurat?…” *mulai kesal karena merasa dipaksa*
(dalam hati): “Duh, nggak mungkin banget deh…selain repot, bawaan sendiri sudah banyak, saya nggak yakin dengan janji2x dirimu… Ini orang minta tolong tapi kok rada maksa gitu seh???…”

Dan Dheepa pun kembali ke alam mmmm..sifat aslinya…: jutek dan tidak ramah…

Foto: Jalan menuju Colombo

Tanah Longsor…


Gerimis dan kabut…


Daerah Rawan


Banjir…


Tak lama kemudian…

KRINNGGGGGG…. Hp saya berbunyi. Telepon dari supir lain, Sanjay (bukan nama sebenarnya) di Batticaloa.

Saya: “This is Felicity speaking…”
Sanjay:” Madame, apa madame masih di jalan?… ” *dengan nada suara seperti terburu2x*
Saya: “Yup, ada apa?… Apa ada situasi emergency?…” *penasaran dan kuatir*
Sanjay: “Nggak Madame. Semua seperti biasa. Mmmm, saya telpon cuma buat titip beli barang di Bandara…”
Saya:” Barang apa?…KULKAS?…” *sok yakin*
Sanjay: ” Bukan Madame, saya titip beli seperangkat STEREO SET saja. Kalau bisa dengan TV juga”

TUINGGGG….WINGGGG…WINGGGGG…

(*cari2x ikon pentungan*)…

(dalam hati: “Ada apa dengan saya hari ini? Mengapa ketiban permintaan aneh2x?…”

Saya (tanpa pikir panjang): ” Waduh, maaf banget… Saya nggak bisa janji apa2x. Bawaan saya sendiri sudah berat banget. Maaf ya”

(WELEH…WELEH…EMANG DIKIRA ANE KULI PANGGUL YAK???…NITIP BARANG KOK NGGAK KIRA2x…)

*menghela nafas dan berdoa mohon diberi kesabaran*

LESSONS-LEARNED:
Kalau mau pergi2x, apalagi ke luar negeri lebih baik dilakukan dengan diam2x untuk menghindari permintaan aneh2x yang tidak diharapkan dan tidak sopan. Kecuali jika:
1. Siap untuk direpotkan
2. Stok kesabaran dan mood masih dalam kondisi baik
3. Permintaan yang ada betul2x mendesak dan tidak bisa ditolak (misalnya: kondisi emergency)
4. Tidak tega untuk menolak. Mmmm, sebenarnya… jika mereka tega untuk meminta yang aneh2x, kita pun berhak untuk menolak dengan tega, khususnya permintaan yang dilakukan dengan tidak sopan, dengan paksaan (baik secara halus atau tidak halus), intimidasi atau manipulasi.

Setelah kejadian di atas ingin rasanya saya pasang pengumuman: TIDAK TERIMA TITIPAN KULKAS, TV, STEREO SET, MESIN CUCI, DAN SEJENISNYA… SILAKAN BELI DAN ANGKUT SENDIRI BARANG2x YANG ANDA INGINKAN !!!…

Sakitnya Ditolak

Sesuai ‘perintah’ dari pimpinan, saya diminta mengikuti pelatihan yang akan diadakan di London pada bulan Januari 2009 mendatang. Semua biaya transport, akomodasi dan lainnya akan ditanggung pihak kantor.

…proses melamar visa… ini tergolong biasa saja … semua terlihat normal …

Meski sebenarnya tidak pernah berniat mendatangi UK (United Kingdom), kesempatan mengikuti pelatihan ini tentu tak ingin disia2xkan. Dan, mulailah ritual tetek- bengek pengurusan visa seperti biasanya.

Diawali dengan proses pendaftaran online yang mewajibkan applicant mengisi data2x pribadi mulai dari data kedua orang tua, data pribadi, penghasilan, pekerjaan dll yang jika ditotal ‘hanya’ tujuh halaman saja. Disusul membuat janji dengan pihak Kedubes UK di Oslo, menyiapkan foto dan kopi dokumen2x seperti passport, slip gaji, dokumen bank, undangan dari penyelenggara dll. Buat saya, proses melamar visa ini tergolong biasa saja, tidak rumit atau njelimet (selain pengisian data2x dan dokumen yang harus disiapkan), tidak ada wawancara berarti seperti cerita2x ‘horror’ para pelamar visa di Kedubes Inggris atau Amerika di Indonesia. Semua terlihat normal.


Minggu lalu saya harus mendatangi kedubes, membayar uang aplikasi sebesar 740 NOK, menyerahkan sidik jari, fotokopi dokumen dan formulir isian. Janji mendatangi kedubes pun dibuat online, saya pilih jam 9.15, janji paling awal (kedubes buka jam 9 pagi). Pada hari yang ditentukan, sudah ada 5 orang lain di antrian saat tiba di depan pintu jam 9 kurang. Bagi saya, mengantri di luar pintu, di tengah dinginnya udara musim dingin di Norwegia adalah sebuah siksaan tersendiri.

Saat pintu dibuka, seorang petugas security perempuan memeriksa pengunjung satu persatu. Selain pemeriksaan tubuh dengan detektor metal dan pemeriksaan tas, semua dokumen yang dibutuhkan harus disiapkan dan ditunjukkan ke petugas security lainnya.

Tak dinyana, pemeriksaan satu orang bisa memakan waktu lebih dari 5 menit. Belum lagi jika pengunjung yang diperiksa lupa membawa dokumen, foto atau uang untuk pembayaran dan harus mengobrak-abrik isi tas untuk menemukan yang dicari.

Setelah semua urusan selesai petugas menyampaikan info bahwa akan ada sms menyatakan apakah aplikasi kita diterima atau ditolak.

Seminggu kemudian, tepatnya hari ini, SMS ‘cinta’ dari pihak kedubes UK di Oslo pun datang menyatakan bahwa permohonan visa saya dengan sukses D-I-T-O-L-A-K…

Perasaan saya?… Biasa saja, tak ada beban karena memang tidak berniat mengunjungi UK (kalau ke Scotlandia mungkin masih ada keinginan, sementara ke Irlandia sudah pernah beberapa tahun lalu).

Namun, sesaat kemudian, ada rasa kesal atas penolakan ini yang lebih menjurus kepada pertanyaan: WHY???…

Beberapa dugaan pun berseliweran di kepala, mungkin slip gaji saya yang baru beberapa bulan masih belum dianggap layak (ya jelaslah, wong pendatang baru menetap dan baru mendapat pekerjaan di sini), mungkin saya dicurigai akan kabur ke UK, menetap dan bekerja di sana secara illegal (ngapain juga lage…), yang paling menyeramkan… mungkinkah saya dianggap sebagai teroris potensial?… (wah, boro2x, naik pesawat saja saya sudah deg2xan)…

Mungkinkah karena passport saya yang dikeluarkan oleh kantor imigrasi Banda Aceh yang notabene daerah pasca-konflik? (yah itukan karena sistem online yang baru, kebetulan waktu perpanjangan passpot memang sedang ada di Aceh)… Atau karena saya pernah bekerja di daerah konflik Sri Lanka?… (yaelah, itu juga sama UN)… Atau karena saya berasal dari Indonesia?… Entahlah… Saya tak mau meng’generalisasi. Yang jelas saya yakin, masih banyak WNI lain yang aplikasi visa ke UK-nya disetujui.

Mungkin saya sedang apes. Tak selamanya kita mendapat yang diinginkan, bukan begitu?…

Dyuhhh, napa seh, saya yang notabene adalah WNI baek2x, cinta damai, rendah hati, tidak sombong, punya NPWP (hehe, nggak ngaruh yak), punya niat baek, mau ikut pelatihan, cuma 5 hari aja nggak boleh masuk ke negara ente?…

Pengalaman ditolak pasti sedikit banyak menimbulkan luka di hati (soundtrack: lagu ‘Hati Yang Luka’ *jaka sembung kagak nyambung* …). Penolakan ini juga membuat track record aplikasi visa saya buruk, apapun alasannya…

Duh, sakitnya ditolak dan dianggap tidak layak…

*cari2x kue natal sisa dan coklat buat dimakan untuk menghibur diri*