Tentang Bumbu Dapur

felicity1

Sejak pindah dan menetap di Norwegia proses belajar memasak yang saya alami boleh dibilang nyaris dari nol besar. Dulu, selain tidak terbiasa memasak saya juga malas mengikuti resep2x masakan. Untunglah sejak kecil ibunda tercinta selalu mengajak saya untuk menemani saat berbelanja di pasar tradisional juga saat beliau memasak di dapur. Meski sekedar membantu membawa belanjaan atau menonton saat memasak dan menyiapkan makanan, setidaknya ada dasar2x pengetahuan di dapur yang saya tahu mulai dari cara menggoreng, menyiapkan dan memotong sayuran, mengulek, mengenal nama2x bumbu dapur, menanak nasi dll…meski…baru sebatas teori dan observasi saja.

Perjuangan untuk belajar memasak tadi bisa dibilang melalui beberapa fase yang dimulai dari:

1. MENGENAL NAMA BUMBU DAPUR DALAM BAHASA LOKAL
Salah satu tantangan di awal2x belajar memasak sebagai imigran adalah…. bumbu dapur yang ditulis dalam bahasa planet (baca: bahasa setempat). Tantangan lain adalah daftar terjemahan langsung untuk bumbu dapur dari bahasa tempat saya berdiam saat ini yakni Norsk (Norwegian) ke Bahasa Indonesia biasanya tidak tersedia. Kebanyakan daftar nama2x bumbu dapur yang saya jumpai di internet adalah yang dari Bahasa Indonesia-English dan sebaliknya atau Norsk-English dan sebaliknya. Jadi, proses penterjemahan harus dimulai dari mengetahui nama bumbu dalam Bahasa Indonesia–ke Bahasa Inggris–dan dari Bahasa Inggris–ke Bahasa Norwegia– serta sebaliknya. Memang terkesan rumit, tapi lama kelamaan kita akan terbiasa mengenal nama2x bumbu dapur tadi dalam bahasa lokal tadi karena tuntutan keadaan.

Foto: Cabai…di sini banyak tersedia dalam bentuk kering yang ternyata lebih awet, tapi untuk tekstur dan warna tetap beda dengan yang masih segar dan asli
feli9

Mengenal nama2x bumbu dan bahan masakan dalam bahasa setempat ini terutama diperlukan saat kita berbelanja. Di Norwegia 90% nama2x tadi di toko tertulis dalam bahasa lokal. Meski kadang bisa menebak2x dari penampakan atau nama yang agak2x mirip namun ini tidak selalu menjamin. Di Indonesia misalnya yang dimaksud lada (pepper) di pasar atau toko2x biasanya antara lada hitam atau lada putih. Ternyata bumbu yang memakai nama ‘pepper’ di sini tidak se-simpel yang saya ketahui sebelumnya. Ada ‘cayenne pepper’ yang biasa dipakai saat memasak Bacalao (sup ikan yang dikeringkan) atau Paella (mirip nasi goreng dengan beragam campuran), ‘spanish pepper’ (paprika), ‘jamaican pepper’ (biasanya ada embel2x ‘allehånde’), ‘nepalese pepper’ (dikenal juga sebagai ‘timur’ yang rasanya buat saya lebih mirip ‘gatal di lidah’ ketimbang rasa pedas atau panas), ‘sichuan pepper'(annispepper) dll. Jenis2x produk akhir lada tadi pun beragam mulai dari: lada utuh (helt krydder), lada tumbuk kasar (grov malt), atau lada tumbuk halus (helt malt).

Foto: Bagian dari stok bumbu dapur 🙂

feli6

2. MAPPING LOKASI DAN IDENTIFIKASI DIMANA BISA MENEMUKAN APA
Hampir di setiap kota2x besar di Norwegia memiliki toko bahan2x masakan untuk imigran. Di Oslo bisa dibedakan antara toko bahan masakan ala Timur Tengah (biasanya dari Turki), Asia Selatan (Pakistan, India, Sri Lanka), Asia Tenggara (Vietnam, Thailand), Eropa (khusus bahan makanan untuk masakan Perancis, Italia), Afrika (khususnya Ethiopia). Toko2x tadi kebanyakan tersebar di kawasan tertentu (lebih banyak di daerah Gamlebyen atau Kota Tua yang banyak dihuni imigran dan Centrum bagian Timur, kecuali toko khusus kuliner Perancis dan Italia yang ada di kawasan gaul Grunerløkka)

Jika diamati, ada bumbu2x khusus yang hanya ada di toko imigran tertentu. Lengkuas, daun serai, kangkung, labu siam, daun jeruk purut misalnya kemungkinan besar akan mudah dijumpai di toko imigran Asia Tenggara dan tidak akan dijumpai di toko imigran Timur Tengah. Sementara bahan seperti ‘rose water’ atau air mawar yang biasa dipakai saat membuat ‘rice pudding’ ala Pakistan kemungkinan besar akan dijumpai di toko imigran Asia Selatan dan tidak dijumpai di toko imigran Asia tenggara. Jadi, melakukan observasi, mapping dan mengingat2x dimana kita bisa memperoleh bahan tertentu akan sangat membantu saat berbelanja.

3. BERANI MENCOBA HAL2x BARU DAN MENGEKSPLORASI
Selain memasak masakan Indonesia, tuntutan lain adalah mempelajari makanan dari negara2x lain agar tidak bosan dan ada variasi, apalagi jika terinspirasi makanan yang dicicipi saat berlibur ke suatu tempat atau berkunjung ke restoran. Setelah merasakan lezatnya tapas di Sevilla dan Malaga misalnya saya ingin belajar membuat sendiri di rumah yang ternyata tidak sulit. Pulang dari Sardinia dan dicekoki pasta setiap hari membuat saya ingin belajar memasak lasagna, ravioli, gnnochi selain spaghetti tentunya.

Foto: Bahan makanan yang awalnya tergolong asing dan kini tidak aneh lagi, mulai dari minyak olive (yang selalu dipakai saat memasak), polenta, lentil sampai keju mozarella dan feta yang ternyata lezat buat campuran homemade pizza atau salad.

feli7

Kunjungan ke Brazil menginspirasi untuk belajar membuat sup kacang2xan. Mencicipi masakan khas Pakistan yang diracik sendiri oleh kawan dekat dari Lahore membuat saya belajar membuat makanan khas Pakistan, jangan ditanya inspirasi dari restoran India. Kenangan selama bertugas di Sri Lanka membuat ‘devilled chicken’ menjadi salah satu andalan di daftar menu favorit. Gara2x menjadi langganan di salah restoran Cina dan Vietnam saya jadi belajar membuat peking soup dan mie bihun ala Vietnam yang lezat. Alhasil di dapur tumpukan bumbu dapur pun berisi rempah2x dan dedaunan yang bisa dipakai untuk masakan Indonesia, Thailand, Vietnam, Spanyol, Bolivia, Pakistan, India, Italia, Brazil dll. Bagaimana dengan bumbu dapur masakan Norwegia sendiri?…. sangat sederhana sodara2x: cukup garam dan lada …. 😀

4. MENYIAPKAN STOK BUMBU DAN BAHAN MASAKAN YANG MEMADAI
Biasanya saya dan suami melakukan ritual belanja mingguan (weekly shopping) secara rutin agar menghemat waktu (tidak bolak-balik belanja) dan praktis…ehm khususnya buat saya (karena ada yang membantu mengangkat2x barang belanjaan yang berat :D). Sebagai kepala divisi perdapuran di rumah maka saya juga punya hak istimewa menentukan menu yang akan kami makan selama seminggu ke depan yang biasanya tergantung feeling dan mood saat berbelanja tadi. Bisa jadi saya tiba2x teringat menu yang menarik di majalah, makanan lezat yang kami baru cicipi di restoran atau acara masak-memasak yang dilihat di internet atau saat numpang nonton TV di rumah mertua (yup, we don’t have TV…. cucian banget yaaaa……). Saat berbelanja ini juga menjadi kesempatan untuk menumpuk stok makanan dan bumbu setidaknya selama seminggu ke depan.

Berdasarkan pengalaman, salah satu hal yang menganggu saat memasak adalah saat kita kehabisan bahan atau bumbu yang dibutuhkan. Jika di Indonesia kita dihadapkan dalam situasi butuh bumbu dapur dengan segera maka kita bisa dengan mudah berjalan kaki ke pasar atau warung. Nah…kalau di sini kita tiba2x butuh terasi, cengkeh, daun serai, santan kelapa atau jintan saat memasak maka mengetok pintu tetangga yang sebagian besar adalah penduduk asli Norwegia jelas bukan pilihan karena dijamin mereka akan terbengong2x dengan nama bumbu2x asing tadi (kecuali jika tetangga tadi adalah sesama imigran dengan preferensi kuliner yang sama).

Jadi, selain rajin googling mencari pengganti (substitute) bahan tertentu, saya memilih untuk menyiapkan sendiri bumbu2x di rumah selengkap mungkin agar tidak repot.

Foto: Sudut di dapur khusus untuk bumbu dapur (untuk proses membuatnya di sini)

felicity4

5. BELAJAR MEMASAK CEPAT
Menyiapkan makanan yang menggunakan beragam bumbu dan rempah2x seperti masakan Indonesia pada umumnya bisa memakan waktu lumayan lama. Ini bisa menjadi persoalan tersendiri jika kedua pasangan bekerja full-time dan tiba di rumah dalam keadaan lelah. Saya sendiri biasa memasak setelah pulang kantor sekitar jam 5 atau 6 sore dan harus memakan camilan terlebih dulu (buah atau snack) sebelum memasak untuk menambah energi. Dari pengalaman, memakai bumbu instant bukanlah solusi yang baik selain rasa yang berbeda ketimbang meracik sendiri juga bahan pengawet di dalamnya yang tidak sehat.

Di awal2x belajar memasak, saya bisa menghabiskan waktu lama untuk memasak masakan Indonesia mulai dari menyiapkan bumbu dan bahan2x, mengolah masakan, sampai penyajian yang buat ukuran orang Norwegia yang terbiasa dengan makanan praktis dan olahan ini sangat luar biasa lambat sekali…. biasanya T (hubby) akan bolak-balik ke dapur dan bertanya “Kapan masakannya selesai? Sudah lapar sekali…” Karena sering diprotes mau tak mau saya belajar melakukan proses2x tadi dengan waktu lebih singkat. Salah satu kunci penting lainnya adalah dengan melakukan multi-tasking dan memasak berbagai bahan dalam waktu bersamaan (untungnya kompor di rumah memiliki 4 mata/titik api).

Keuntungan lain adalah mudahnya menemukan bahan2x makanan dan bumbu yang sudah siap untuk digunakan seperti jamur kancing yang sudah dipotong2x, bumbu dapur sudah dalam bentuk bubuk, santan yang sudah dalam bentuk cair dll. Selain praktis hal ini bisa menghemat waktu memasak.

Foto: Bahan2x makanan yang sudah dipotong2x dan siap digunakan
feli8

6. MENYESUAIKAN DENGAN SELERA LOKAL
Racikan bumbu2x dan bahan makanan yang menurut orang Indonesia itu lezat belum tentu sesuai dengan lidah orang Norwegia. Beberapa hal yang saya pelajari antara lain:

– Level pedal atau tidak pedas: satu buah cabe merah biasa buat orang Indonesia bukan apa2x, tapi buat orang sini sudah termasuk pedas.

– Bahan makanan yang berbau menusuk dan kuat: terasi (shrimp paste atau belacan) dianggap berbau seperti bangkai busuk, sementara lengkuas dianggap berbau dan berasa seperti sabun (masa sih?...) Memasak ikan teri yang buat saya luar biasa lezat ternyata menjadi siksaan buat suami karena baunya yang tajam. Begitu ekstrimnya bau si ikan teri yang digoreng tadi sampai2x saat memasak ikan teri saya harus membuka jendela lebar2x, plus menghidupkan exhaust fan untuk menyerap udara di level full, semua pintu2x kamar harus ditutup, tak lupa pintu utama rumah dibuka lebar2x dan alat2x menggoreng harus dicuci dengan segera dalam waktu sesingkat2xnya (sampai segitunya ternyata ckckck….padahal sayanya sih asik2x aja tuh..*sok innocent* .. 😀 )

– Level manis atau tidak manis: secara umum orang Norwegia tidak suka makanan manis2x kecuali untuk dessert (hidangan penutup). Jadi, saya harus sangat berhati2x menyesuaikan level manis tidak manis dalam bumbu seperti gado2x dan sayur asam misalnya.

– Harus realistis: awalnya saya berkeinginan untuk bisa memasak rawon sendiri…sampai2x membawa kluwak khusus dari Indonesia karena tidak dijumpai di sini. Tapi…. ternyata mempersiapkan kluwak ternyata tidak mudah sodara2x. Tambahan lagi karena penasaran, hubby sempat mengecek tentang kluwak di internet dan menemukan informasi bahwa buah kluwak mentah dapat sangat beracun serta mengandung hidrogen sianida yang mematikan jika tidak diolah dengan baik. Gara2x inilah, toples kluwak tadi masih bertengger manis di sudut dapur…. 😀 . Jadi, bumbu dapur yang dianggap biasa buat kita bisa jadi ‘ditakuti’ dan dianggap ‘mengerikan’oleh orang asing apalagi…embel2x kata ‘sianida’ tadi….alamak repotnya…

TABIK

Referensi:
http://snl.no/pepper%2Fkrydder
http://en.wikipedia.org/wiki/Pangium_edule

26 thoughts on “Tentang Bumbu Dapur

  1. nisa

    Gimana nasib saya yang baru pindah dikota kecil di nepal.. disini byk yg gak ada..gak ada kecap manis..laos..salam..kemiri..kencur..daun jeruk..ikan laut..seafood..wadduhh..stress inih…

    Reply
    1. Felicity Post author

      Wah, dirimu harus explore pasar local di sana….. mungkin ada bumbu yang mirip2x atau cari di internet ‘substitute for….’ Kalau bias pulang ke Indonesia jangan lupa bawa stok bumbu yang dikeringkan…. Good luck ya! 🙂

      Reply

Leave a comment