Monthly Archives: October 2008

Kenapa sih kok ada Halloween?

Kenapa sih kok ada Halloween? Ini yang jadi pertanyaan saya setiap kali memasuki akhir Oktober dan melihat media, pusat perbelanjaan serta industri terkait lainnya terlibat dalam konspirasi bisnis ’menakut-nakuti’ orang ini. Mungkin ini sama dengan pertanyaan:” Kenapa sih kok ada Hari valentine?” . Mungkin faktor ke(tidak)dekatan kultural membuat saya mempertanyakan hal tersebut.

Dalam konteks Indonesia mungkin pertanyaannya menjadi: ”Kenapa sih kok ada Hari Jum’at Kliwon”… Dari segi bisnis, eksploitasi ketakutan dan rasa penasaran yang dikemas media sedemikian rupa ini dengan sukses’ telah menakut2x jutaan orang, khususnya anak kecil seperti saya dulu. Film2x horor seperti ’Sundel Bolong’, ’Beranak dalam Kubur’, ’Jailangkung’ , sandiwara radio seperti ’Misteri Gunung Berapi’, tokoh Mak Lampir, Gerandong, Kuntilanak…. mungkin sam dengan ’counter part’ mereka seperti ’Dracula’, ’The Candy Man’, ‘Freddy Krueger’ dan tokoh nenek sihir jahat dalam dongeng.

Setiap orang dan setiap bisnis memang berhak merayakan hari masing2x… Eniwei, sebagai penakut…saya protes dengan keberadaan hari2x yang mengeksploitasi rasa takut ini…. Hmmm, kenapa sih kok Halloween jatuh pada hari saat saya sendirian di rumah… *siap2x ngungsi*… (pantes nulis postingan ini, bilang aja takut…hehe :D)

END OF POST

I got fine!!!…Grrrrrrhh…"#%%&/X"!..

Hari ini akan menjadi hari tak terlupakan dalam sejarah kehidupan saya di Oslo. Yup, I got fine!!!!…Sungguh hari yang siyalll….Huhuhu:(

Untuk lebih jelasnya silahkan lihat gambar di bawah ini, tiket denda yang sudah dimodifikasi dengan tidak sopan, ehm… oleh saya.



Sejak kemarin saya sudah merencanakan untuk pulang kantor lebih awal, dari biasanya sekitar jam 17.30 sore menjadi jam 16.00 sore. Hari ini T akan berangkat tugas ke Singapura dan Indonesia. Sejak pagi, pikiran sudah dipenuhi dengan daftar belanja oleh2x yang belum sempat terbeli untuk keluarga di Jakarta. Setelah dihitung2x, saya hanya punya waktu sekitar 15 menit untuk mampir belanja super duper kilat di centrum (pusat kota) Oslo.

Keluar dari kantor, saya berjalan secepat mungkin menuju tempat pemberhentian trem yang sekitar 5 menit jalan kaki. Kali ini saya bisa menaiki semua trem yang melewati pusat kota. Belum sempat menyiapkan ‘Flexikort’ (lihat gambar di bawah)yang harus di-stamp (di cap) dalam mesin di dalam trem, sebuah trem yang tidak saya perhatikan nomornya pun datang.

Setelah duduk dalam trem, saya yang sibuk merogoh kantung kecil di bagian luar tas masih belum bisa menemukan flexikort yang dicari, trem pun mulai berjalan. Lewat satu pemberhentian yang hanya berjarak 5 menit dari pemberhentian sebelumnya, flexikort masih belum bisa ditemukan. Akhirnya saya menemukan yang dicari terselip di antara benda2x kecil tak penting yang campur aduk. Trem pun kembali berjalan. Karena letak mesin stempel agak jauh dari lokasi duduk dan tidak nyaman untuk berjalan saat trem melaju, saya berencana untuk menunggu hingga trem berhenti di stasiun selanjutnya untuk mencap flexikort.

Namun, malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih… hanya beberapa detik sebelum saya akan mencap flexikort, seorang petugas perempuan berseragam maju ke barisan depan dan menyatakan ada pemeriksaan. Saya bergegas menuju mesin stempel di bagian belakang, ternyata ada satu petugas yang melihat tindakan saya ini dan mengatakan kalau saya harus membayar denda ke petugas perempuan di depan.

Dalam bahasa Norwegia, saya mendengar ia menyebutkan jumlah 250 NOK. Hmmm, okelah, pikir saya mahal memang tapi masih terjangkau. Ternyata….. saya harus membayar denda sebesar 750 NOK (sekitar Rp. 1.208.000.-) Grrrhhh….!”¤&(X?)(&X!”!!&/XX)#%#!#¤&()=!!!X%%!!!!…..

Karena sedang capek, banyak pikiran, terburu2x, saya tidak sepenuhnya menyadari apa yang sedang terjadi dan tidak sempat berpikir bahwa 750 NOK adalah jumlah yang tidak sedikit. Tidak ada protes, pertanyaan, penyangkalan, pembelaan dan sejenisnya keluar dari mulut ini. Betul2x hopeless… 😦

Petugas 1: “Mau bayar dengan debit card atau cash?”
Me : “Cash”, sambil menyerahkan 250 NOK dari dompet.
(dalam hati: “Wesss, bayar denda aja pake debit card, restoran kalee…”)
Petugas 2:” Total yang harus dibayar 750 NOK”
Me :” (Glegkkk…)…750 NOK?…Oh my God…”
(Sedikit kaget dan mengeluarkan sejumlah uang dari dompet lagi)
Petugas 1: “Tanda terima ini berlaku sebagai karcis buat 1 jam di dalam kota…”
Me :Ok”
(Dalam hati: “Duh, EGP, deh…bentar lagi gw mo nyampe…nggak ngaruh lageee…”)

Satu menit kemudian, saya tiba di stasiun tujuan. Usai turun dari trem, bergegas menuju toko suvenir yang dituju dengan tidak bersemangat. Dalam toko, saya menemukan bahwa harga satu kaos/T-shirt lengan pendek adalah 150 NOK, dengan kualitas yang meragukan. Jika harus membeli 6 kaos, berarti saya harus menghabiskan sekitar 900 NOK lagi (Rp. 1.450.000.-). Oh, tidakkkkkk….. That’s too much!!!!

Hanya lima menit di dalam toko tanpa membeli apapun, saya hanya ingin segera menaiki trem untuk pulang. Dalam keadaan terburu2x, kesialan lain datang menghampiri. Trem yang saya naiki mendadak mati listrik!!!! Hahhhhh, kok bisa?…. Hari geneeee…. mati listrik di Oslo????… Plissssss dehhhhh, not nowwwww….!!!! Saya hanya bisa menjerit dalam hati.

Terpaksa saya harus keluar lagi dari trem dan berjalan kaki melanjutkan perjalanan. Untunglah T masih belum berangkat ke bandara dan masih sempat berpamitan. Jadi, buat keluarga di Jakarta, mohon maaf jika kali ini saya tidak bisa membeli oleh2x. Petugas trem tadi telah dengan sukses merampas hak2x atas suvenir yang layak dan semestinya dari Oslo *gigit jari*

Pffffh…..Lagi2x, saya merasa telah dirampok dengan halus seperti pengalaman di Den Haag saat di salon (lihat post: Potong Rambut). Semoga kejadian yang sama tak akan pernah terulang lagi (aminnn…)

What goes around comes around.


Cerita berikut saya dapat dari email seorang kawan di Jakarta, Butet, yang juga mendapatkan dari email kawan lainnya. Karena isi cerita yang sangat menyentuh, saya ingin membaginya di sini. Semoga bermanfaat! 🙂

His name was Fleming, and he was a poor Scottish farmer.
One day, while trying to make a living for his family, he heard a cry for help coming from a nearby bog.
He dropped his tools and ran to the bog.
There, mired to his waist in black muck, was a terrified boy, screaming and struggling to free himself.

Farmer Fleming saved the lad from what could have been a slow and terrifying death.

The next day, a fancy carriage pulled up to the Scotsman’s sparse surroundings.
An elegantly dressed nobleman stepped out and introduced himself as the father of the boy Farmer Fleming had saved.
‘I want to repay you,’ said the nobleman.

‘You saved my son’s life.’
‘No, I can’t accept payment for what I did,’ the Scottish farmer replied waving off the offer. At that moment, the farmer’s own son came to the door of the family hovel.
‘Is that your son?’ the nobleman asked.
‘Yes,’ the farmer replied proudly.
‘I’ll make you a deal. Let me provide him with the level of education my own son will enjoy If the lad is anything like his father, he’ll no doubt grow to be a man we both will be proud of.’

…And that he did.

Farmer Fleming’s son attended the very best schools and in time, graduated from St. Mary’s Hospital Medical School in London, and went on to become known throughout the world as the noted Sir Alexander Fleming, the discoverer of Penicillin.

Years afterward, the same nobleman’s son who was saved from the bog was stricken with pneumonia. What saved his life this time? Penicillin.
The name of the nobleman? Lord Randolph Churchill …

His son’s name?
Sir Winston Churchill.

Someone once said: What goes around comes around.
Work like you don’t need the money.
Love like you’ve never been hurt.
Dance like nobody’s watching.
Sing like nobody’s listening.
Live like it’s Heaven on Earth.

–anonym–

Moral cerita di atas buat saya:
– Perbuatan yang kita lakukan, baik atau buruk…suatu saat akan kembali ke kita juga dalam bentuk lain. Sebagai manusia, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari. Hal ini mengingatkan saya pada pengalaman saat terpaksa harus menjadi hitchhiker usai mendaki gunung beberapa bulan lalu (lihat post Good Karma )
– Yang tak kalah penting untuk diingat: dalam apapun yang kita lakukan, lakukanlah dengan sepenuh hati…

Thanks Butet, atas sharing ‘pelajaran’ kehidupan yang satu ini:)

END OF POST