Ketika Sakit di Negeri Orang

feli2


Sakit itu nggak enak loh…. bener…
🙂 Apalagi jika kita sakit saat sedang merantau seorang diri di negeri orang, jauh dari teman dan keluarga di Indonesia seperti yang saya alami saat masih kuliah di dulu (di Belanda)…rasanya seperti menjadi orang paling merana sedunia deh, hehe… *lebay*

‘Untunglah’ (tetep harus bersyukur…) untuk edisi sakit kali ini di Norwegia yang mengharuskan saya cuti 2 minggu dari pekerjaan saya tidak sendirian karena ada suami yang bisa disuruh2x dimintai tolong buat melakukan ini-itu dan mengambil alih tugas2x yang sebelumnya dilakukan di rumah.

Jika dibandingkan, ada beberapa perbedaan terhadap orang sakit di Norwegia dan di Indonesia antara lain:

1. Bebas dari pertanyaan : “Kamu sakit apa?”
Menanyakan dan membahas penyakit seseorang di Indonesia mungkin merupakan topik percakapan yang dianggap biasa. Sementara, di Norwegia ini termasuk PRIVACY tingkat tinggi yang harus dihargai karena tidak semua orang merasa nyaman membicarakan kondisi kesehatannya.

Secara psikologis, pandangan seseorang tentang penyakitnya sendiri pun berbeda2x. Di Indonesia misalnya, mungkin ada yang memandang ini sebagai aib yang harus ditutupi, ada yang memandang sebagai bagian dari persoalan sehari2x, ada yang memandang sebagai ujian dari Tuhan, ada yang memandang sebagai karma, kutukan atau balasan bahkan ada yang memandang penyakit sebagai kiriman dari musuh atau orang yang tidak suka padanya lewat ilmu hitam dll. Intinya, penyakit bisa dilihat sudut pandang yang bervariasi mulai dari yang positif, netral sampai negatif dan gelapppp…pekatttt…sangatttt……. haiyahhh….

Bagaimana di Norwegia?
Pandangan tentang penyakit di sini lebih sering dilihat dari aspek ilmiah dan logis dan wacana diskusi tentang penyebab penyakit banyak dihubungkan dengan faktor genetis (keturunan), lifetyle (gaya hidup) maupun diet (makanan). Jangan coba2x bicara tentang santet atau klenik di sini…karena dijamin 1000% akan mendapat respon negatif dan lawan bicara tadi akan menganggap kita tidak rasional dan aneh.

Kemungkinan besar, alasan orang Norwegia enggan membicarakan penyakit secara terbuka karena memang orang di sini cenderung tertutup dan tidak biasa membicarakan tentang situasi dirinya kepada orang lain karena berbagai alasan apalagi jika si penanya (jika ada yang nekat bertanya) adalah orang yang tidak terlalu dekat. Hak untuk menolak membicarakan penyakit juga dijamin di tempat kerja. Jika merasa tidak nyaman menjawab pertanyaan “Kamu sakit apa?” dari kolega bahkan atasan kita bisa menolak menjawab dengan sopan dan bilang: “Sorry, saya nggak mau membicarakan penyakit saya”.

Surat keterangan cuti dari dokter atau rumah sakit pun dibuat beberapa rangkap (buat dokter/rumah sakit, buat pasien, buat kantor (pemberi kerja), buat lembaga jaminan sosial jika ingin mendapat tunjangan). Dari salinan surat keterangan cuti tadi hanya salinan untuk pasien dan dokter/rumah sakit saja yang kolom ‘Jenis Penyakit’ dalam formulir diisi jelas. Sementara kolom ini dikosongkan dalam salinan ke pihak pemberi kerja dan lembaga eksternal.

Buat saya, bebas dari kewajiban moral menjawab pertanyaan “Kamu sakit apa?” adalah sebuah kelegaan tersendiri. Karena biasanya jika sedang di tanah air atau bertemu rekan setanah air di perantauan, satu jawaban yang diberikan akan disambung dengan tambahan pertanyaan2x lain yang membuat saya merasa menjadi objek penyelidikan entah karena memang yang bersangkutan bersimpati atau sekedar kepo atau ingin tahu. Yah, mungkin karena faktor kebiasaan juga dimana menanyakan penyakit dalam kultur Indonesia barangkali dianggap sebagai bentuk perhatian (sama dengan menanyakan keturunan, status perjombloan, mengomentari berat badan yang tambah naik atau tambah kurus, mengomentari warna kulit yang semakin putih atau makin gosong dll). Continue reading

Culture Shock di Tempat Kerja

felice1

Meski sudah tinggal dan bekerja cukup lama di Norwegia saya masih menghadapi CULTURE SHOCK atau kejutan2x budaya dalam keseharian yang muncul tanpa terduga.

SAAT MELAMAR KERJA
Jika diperhatikan, di Indonesia, standar informasi yang tertulis di CV (Daftar Riwayat Hidup) adalah:

Nama Lengkap,Tempat Tanggal Lahir, Jenis Kelamin, Agama, Status Perkawinan, Jumlah Anak, Alamat Rumah, No Telepon, Pas Foto

kadang ada tambahan

Tinggi dan Berat badan, Nama Isteri/Suami, Golongan Darah, Suku

…padahal kalau dipikir2x beberapa item dari informasi yang diberikan di atas sebetulnya tidak terlalu jelas apa relevansi dan kegunaannya dan patut dipertanyakan mengapa harus tertulis di CV. Namun, karena sudah menjadi praktek dan kebiasaan biasanya kita ikut2xan menggunakan pakem yang berlaku. Informasi2x di atas juga rentan menjadi sumber diskriminasi misalnya pelamar dengan agama atau suku tertentu yang mungkin diistimewakan atau mungkin malah dianak-tirikan.

Di Norwegia dan sejumlah negara Eropa, beberapa informasi di atas justru dilarang dan dianggap TABU untuk ditanyakan oleh pemberi kerja dari calon pelamar khususnya info tentang AGAMA dan FOTO DIRI. Di negara yang sangat amat menghargai PRIVASI individu ini, menanyakan AGAMA adalah sesuatu yang sangat BIG NO saat ada interview kerja. Kita bisa menolak untuk menjawab atau bahkan protes tentang hal ini ke pihak manajemen yang lebih tinggi.

Informasi lain yang dapat kita tolak untuk berikan saat interview antara lain: STATUS PERKAWINAN dan TAHUN KELAHIRAN. Hal ini untuk menghindari diskriminasi berdasarkan agama atau keyakinan, usia dan penampilan. Foto diri tidak boleh ditampilkan karena dari foto akan terlihat jelas usia, etnis, warna kulit, cantik/ganteng atau tidaknya seseorang yang akan membuat pelamar rentan mengalami perlakuan tidak adil karena hal ini.

Sementara informasi tentang golongan darah dianggap tidak relevan (lahhh… ini kan buat melamar kerja….bukan mau menyumbang darah?!!!), tinggi dan berat badan (buat apa informasi ini? kalau kita ternyata terlalu tinggi kenapa dan kalau terlalu pendek juga kenapa? apa pentingnya? apakah menyangkut ukuran pintu masuk kantor yang dikuatirkan terlalu tinggi atau pendek?), nama isteri/suami (hmmmm, ingat…ingat….ini buat melamar kerja loh …..bukan menulis surat wasiat atau polis asuransi jiwa), jumlah anak (yeah, so what?).

Memang ada beberapa pekerjaan yang menuntut kriteria fisik khusus seperti tinggi badan buat pilot pesawat tempur (yang ukuran kokpitnya memang tertentu) atau pekerja sosial yang diutamakan dari etnis A atau B misalnya untuk menangani pengungsi yang juga berasal dari etnis atau daerah yang sama dimana diharapkan kesamaan latar belakang ini akan dapat memudahkan komunikasi dan memiliki sensitifitas kultural yang lebih baik dll. Biasanya syarat2x khusus ini akan diinformasikan dengan jelas berikut alasannya dan latar belakang mengapa ini diminta.

Setelah pasti kita diterima bekerja dan tanda tangan kontrak barulah informasi lebih detil diminta seperti nama isteri/suami, nama orang yang dapat dihubungi saat ada emergency berikut hp dan emailnya, golongan darah dsb untuk disimpan di data base jika sewaktu2x dibutuhkan.

Saat interview pun bukan hal yang aneh jika ada perwakilan dari Labor Union atau serikat pekerja yang netral buat menjamin bahwa diskriminasi tidak terjadi. Awalnya saya sempat bengong menyadari ada perwakilan serikat pekerja saat interview dan sempat berpikir memangnya penting gitu ya?... kemudian rasa tadi berubah menjadi bengong (teteppp…) bercampur takjub dan terharu mendengar alasan mengapa yang bersangkutan ada di sana. Nampaknya orang2x di sini memang serius untuk memastikan tidak ada diskriminasi bahkan buat seorang imigran seperti saya yang notabene pendatang. Saya ini apa atuh…

feli13

PERCAKAPAN DARI HATI KE HATI
Salah satu aktivitas rutin tahunan yang umum dilakukan di kantor2x Norwegia adalah MEDARBEIDESAMTALE yang terjemahan bebasnya kurang lebih percakapan (empat mata) antara ATASAN dan BAWAHAN. Continue reading

Pesta Kepiting

felice9

Di kantor2x Norwegia biasanya ada acara gathering atau kumpul2x tahunan standar seperti SOMMER FEST (Summer Party) alias Pesta Musim panas yang diadakan sekitar akhir Juni atau setelah pertengahan Agustus (karena bulan Juli biasanya orang sudah libur sebulan penuh). Acara kumpul2x lain adalah JULEBORD (Christmas Dinner) diadakan menjelang natal di akhir November atau awal Desember yang sifatnya lebih formil berbeda dengan summer party yang lebih santai dan informal.

Beberapa kantor memiliki ‘kreativitas’ sendiri mengadakan acara kumpul2x selain dua acara ‘wajib’ di atas. Kantor saya misalnya memiliki acara rutin tahunan bernama KRABBE FEST (Crab Party) alias PESTA (MAKAN) KEPITING…

The party is on…. 🙂

Hmmm….Dekorasinya sederhana dan terkesan acak2xan…tapi kok cantik dan enak dilihat yah… *berpikir*
felice7

Buat standar Indonesia, orang Norwegia bisa dibilang sangat informal dan tidak terlalu peduli dengan gengsi, hiasan atau sesuatu yang bling-bling (seperti dalam postingan dilarang sombong ).

Untuk acara party dan kumpul2x seperti PESTA KEPITING di kantor saya ini misalnya meja ruang meeting dibuat berjajar panjang, dialasi dengan kertas coklat besar (biasa buat sampul buku anak2x sekolah di Indonesia 😀 ), alumunium foil (supaya mudah dibersihkan nantinya), hiasan daun dill, potongan jeruk nipis, mayones, hiasan daun pakis, potongan daun selada  yang semuanya ditaburkan acak di atas meja bersama kepiting2x dan udang2x rebus. That’s all…

Menu utama pesta kali ini tentu saja… KEPITING….

felice4

Continue reading